Sopo Partungkoan berada di jalan Sisingamangaraja, Tarutung, Tapanuli Utara. Tepatnya berada di sekitar kantor pemerintahan daerah kota tarutung dan diapit oleh dua gedung. Gedung Personnel dan Gedung Parlemen. Rumah hiasan batak gorga dalam bahasa Batak, “Sopo” berarti rumah dan pertungkoan adalah tempat pertemuan.
konon pada jamanya sopo ini digunakan oleh leluhur sebagai wadah komunikasi dan musyawarah dalam mengambil keputusan dalam berbagai hal, seperti pembentukan hukum, hubungan sosial masyarakat, sumber daya alam dan manusia, perumusan adat istiadat, keamanan dan juga sebagai lembaga untuk pertimbangan kasus karena pelanggaran hukum yang kemudian diputuskan oleh Ria King.
Dan saat ini Partungkoan difungsikan sebagai gedung seni dan tempat perhealatan berbagai karena mereka memiliki area yang cukup. Sopo difasilitasi oleh Raja Huta atau pemimpin desa.
Asal Usul Sopo Partungkoan
Pada tahun 1987 terjadi gempa bumi yang menghancurkan sebuah pasar yang disebut Pasar Harungguon. Kemudian lokasi dibangun Sopo Partungkoan, tetapi sekitar dua tahun gedung itu tidak di fungsikan karena bencana kebakaran yang mengejutkan masyarakat Tarutung dan Sopo Partungkoan benar-benar diperbarui.
Daya tarik sopo partungkoan bagi para wisatawan tidak terlepas dari keberadaan sumur yang berada di depan Sopo partungkoan ini. Konon dikatakan dalam sumur ini, pemandian Raja Sisingamangaraja XII. Sumur yang ditaksir memiliki usia ratusan tahun ini pernah ditutup untuk pembangunan Pasar Harungguon dan konstruksi Sopo Partungkoan tetapi pasar ambruk akibat gempa bumi dan sopo dibakar.
Karena kejadian tersebut, banyak masalah yang menyebutkan bahwa ini harus ditutup dan harus dilestarikan karena jika sumur tertutup, akan terjadi bencana yang akan menyebabkan bangunan menjadi rusak. Sejak saat itu, sumur telah diperbaiki hingga sekarang dan bangunan Sopo Partungkoan tetap kokoh.
Sumur yang memiliki kedalaman 7 meter ini airnya sangat jernih dan pernah digunakan sebagai sumber air di ketika pasar di jalan sisingamangaraja beroperasi. Sehingga kebutuhan air dari sumur tersebut bannyak di ambil oleh warga tarutung untuk memenuhi kehidupan sehari-hari . Penduduk setempat berpendapat bahwa jika sumur tidak diperbaiki, kemungkinan akan terjadi kekurangan air, dan air dari PAM juga akan semakin surut.
Tidak jauh dari Sopo Partungkoan kita dapat menemukan keberadaan Pohon Durian yang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Menurut penduduk setempat, sejarah nama Tarutung sebelum diubah dari nama Rura Silindung berasal dari pohon durian berumur ratusan tahun. Pohon durian yang tumbuh di pusat kota Tarutung, hingga kini masih tumbuh dengan baik dan hanya pada saat tertentu saja pohon tua berbuah dan tidak menentu. terkadang sekali dalam kurun waktu dua tahun, terkadang sekali dalam tiga tahun. Pohon ini adalah simbol berdirinya kota Tarutung.
Menurut Van Mook Lumbantobing, seorang tokoh daerah, usia pohon diperkirakan lebih dari 200 tahun. Pohon ini dulunya digunakan sebagai pertemuan oleh pedagang dari berbagai pelosok, untuk bertukar barang dagangan mereka. Pohon ini digunakan sebagai tempat untuk bertemu setiap akhir pekan, seiring berjalanya waktu daerah tersebut biasa disebut tarutung, karena durian dalam bahasa Batak disebut “tarutung”.
Sejauh ini, belum ada yang mengklaim bahwa pohon itu miliknya. Pohon itu dianggap milik semua warga tarutung. Prasasti Pomparan Guru Mangaloksa juga dibangun di sekitar pohon dan dilengkapi dengan pagar besi, sebagai tanda bahwa pohon itu dilindungi karena memiliki nilai sejarah
Baca Juga : Desa Garunggang, Beragam Wisata Didalam Satu Desa